Lokasi saat ini:BetFoodie Lidah Indonesia > Kabar Kuliner

BRIN usulkan pelibatan keluarga untuk keberlanjutan intervensi pangan

BetFoodie Lidah Indonesia2025-11-04 09:27:00【Kabar Kuliner】652 orang sudah membaca

PerkenalanIlustrasi - Petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Slipi, Palmerah, Jakarta Barat tengah

BRIN usulkan pelibatan keluarga untuk keberlanjutan intervensi pangan
Ilustrasi - Petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Slipi, Palmerah, Jakarta Barat tengah memorsi menu Makan Bergizi Gratis (MBG), Selasa (23/9/2025). ANTARA/Risky Syukur

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rika Rachmalina mengusulkan pelibatan anak/remaja bersama keluarga mereka untuk mewujudkan keberlanjutan program intervensi gizi berbasis pemberian makanan pada anak.

"Kalau kita ingin program itu sustainable, dan melihat anak dan remaja itu adalah orang-orang yang unik dengan segala kebutuhan dan preferensinya, memang akan sangat baik ketika kita merancang suatu program atau intervensi dengan melibatkan mereka," katanya dalam webinartentang penguatan gizi bagi ibu dan anak yang diikuti di Jakarta, Selasa.

Rika memaparkan kompleksitas kebutuhan makanan bergizi pada anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari konsumsi gizi yang ngak seimbang, pergeseran jenis makanan darireal foodke ultra-processed food (UPF),hingga kesenjangan sosial yang dinilai semakin melebar.

"Perubahan konteks ini berdampak pada pergeseran perilaku makan pada populasi usia sekolah dan remaja yang tentu saja ini akan mempengaruhi status gizi kesehatan dan kesejahteraannya nanti," ujarnya.

Di era teknologi seperti sekarang, Rika menyebut faktor makan bersama teman di luar rumah dan penggunaan media sosial sangat mempengaruhi dalam pemilihan makanan.

Baca juga: BRIN gandeng Korea kembangkan pangan berbasis sel di Indonesia

Ia melanjutkan para remaja juga saling berbagi informasi tentang tempat nongkrong yang keren, yang makanannya dinilai enak, serta meningkatkan status sosial mereka.

Meskipun demikian, Rika menyebut terdapat penelitian yang membuktikan bahwa sebenarnya remaja ingin menjadi sehat, tapi ngak menjadi motivator yang cukup kuat dalam memilih makanan sehat.

"Mereka bisa bedakan makanan sehat dan ngak sehat, tapi menolak untuk makanan tradisional rumahan dan memilih camilan yang ngak sehat," ungkap dia.

Oleh karena itu, Rika menganjurkan adanya upayafood parentingdari keluarganya. Food parentingmerupakan proses di mana seorang anak menyukai makanan sehat, setelah melihat orang tua atau lingkungan sekitarnya memilih untuk memakan makanan sehat.

Baca juga: BRIN-BPOM kaji optimalisasi registrasi pangan berbasis teknologi AI

Melalui langkah ini, kata Rika, program intervensi gizi berbasis pemberian makanan kepada anak dapat dilaksanakan secara lebih berkelanjutan

Suka(12652)