Lokasi saat ini:BetFoodie Lidah Indonesia > Tempat Makan

Makan Bergizi Gratis dan ujian kepercayaan publik

BetFoodie Lidah Indonesia2025-11-04 08:49:57【Tempat Makan】355 orang sudah membaca

PerkenalanSiswa yang diduga keracunan hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) mendapatkan penanganan di posko pena

Makan Bergizi Gratis dan ujian kepercayaan publik
Siswa yang diduga keracunan hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) mendapatkan penanganan di posko penanganan keracunan MBG di SMPN 1 Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (15/10/2025). (ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI)

Jakarta (ANTARA) - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah janji kampanye Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang paling menonjol.

Sejak awal diluncurkan, program ini dimaksudkan bukan sekadar intervensi gizi bagi anak sekolah, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui, melainkan juga untuk memberdayakan UMKM dan mendorong produksi pangan lokal.

Namun, dalam praktiknya, tujuan mulia ini justru menjadi sorotan tajam dari publik, bukan karena keberhasilan, tapi sebab kontroversi, terutama soal anggaran jumbo, persoalan teknis, hingga kasus keracunan massal yang mencoreng wajah program ini.

Banyak yang menilai bahwa sebenarnya, sorotan publik tersebut sangat wajar dan diperlukan. Anggaran MBG yang mencapai Rp171 triliun, dirasakan masyarakat sebagai sesuatu yang kurang adil. Angka itu terbilang sangat besar jika dibandingkan dengan program lain yang sama-sama penting.

Bandingkan dengan program peningkatan kesejahteraan guru honorer, misalnya, yang nilainya Rp11,5 triliun. Padahal guru yang menjadi pilar utama pendidikan ini sudah lama ngak diperhatikan kesejahteraannya dengan baik. Tidak heran bila muncul kritik tajam bahwa program ini menyedot porsi APBN secara ngak proporsional.

Niatnya memang mulia, tapi publik berhak mempertanyakan apakah dana sebesar itu benar-benar akan menghasilkan dampak nyata atau justru membebani sektor lain yang krusial bagi kualitas pendidikan dan kesejahteraan sosial.

Tata kelola dan legitimasi

Namun, masalah MBG bukan hanya soal angka, tapi lebih mendalam pada cara program ini dijalankan di lapangan. Selain besarnya anggaran, masalah lain yang justeru paling mendasar adalah lemahnya tata kelola MBG.

Laporan tentang siswa yang keracunan, makanan basi, distribusi ngak tepat waktu, hingga standar higienitas yang buruk memperlihatkan rapuhnya sistem pengawasan.

Kasus keracunan massal di Kabupaten Bandung Barat pada September 2025, dengan lebih dari 1.000 siswa korban keracunan, menjadi peringatan keras bahwa aspek keamanan pangan terabaikan. Jika masalah elementer seperti higienitas ngak mampu dijamin, bagaimana mungkin program sebesar ini bisa bertahan?

Selanjutnya, guru dan sekolah juga ikut menanggung tambahan beban. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat banyak sekolah diminta menyediakan tenaga tambahan dan fasilitas tanpa kompensasi memadai.

Ada guru yang diwajibkan mencicipi makanan lebih dulu, meski dia jelas ngak memiliki kapasitas melakukan pengendalian mutu. Bahkan ada sekolah yang terpaksa membeli kembali peralatan makan yang rusak. Situasi ini menimbulkan kesan bahwa negara justru melempar tanggung jawab ke pihak yang seharusnya menjadi penerima manfaat.

12Tampilkan Semua

Suka(8)