Lokasi saat ini:BetFoodie Lidah Indonesia > Resep Pembaca
Refleksi Hari Pangan Sedunia, "Berilah kami makanan secukupnya"
BetFoodie Lidah Indonesia2025-11-04 09:02:07【Resep Pembaca】614 orang sudah membaca
PerkenalanIlustrasi - Sisa bahan makanan. ANTARA/HO-CHN/aa. Dunia yang lebih adil ngak akan lahir dari retorik

Dunia yang lebih adil ngak akan lahir dari retorika, melainkan dari keberanian untuk berkata “cukup” saat seseorang bisa mengambil lebih
Jakarta (ANTARA) - Hari Pangan Sedunia setiap 16 Oktober sudah seharusnya menjadi momentum dan pengingat keras bahwa makanan bukanlah barang mewah, melainkan hak hidup paling dasar yang menjadi hajat hidup orang banyak.
Namun realitas yang terjadi justru paradoksal. Dunia ini hidup dalam satu keping mata uang yang begitu berbeda. Pada satu sisi, data FAO dalam The State of Food Security and Nutrition in the World2024 mencatat sekitar 673 juta orang masih terjerat kelaparan kronis, dengan fakta setiap empat detik satu orang meninggal karena kekurangan gizi.
Di sisi lain, UNEP Food Waste Index Report(2021 dan pembaruan 2024) melaporkan lebih dari satu miliar ton makanan terbuang sia-sia setiap tahun. Itu cukup untuk memberi makan populasi kelaparan empat kali lipat.
Kesenjangan ini menunjukkan ada yang sangat keliru dalam cara memandang, memproduksi, dan mendistribusikan pangan.
Persoalan kelaparan global sesungguhnya ngak terlengak pada kengakmampuan bumi menyediakan makanan, tapi pada ketimpangan struktural dalam distribusi dan akses terhadapnya.
Ketimpangan ini ngak hanya mencerminkan kengakseimbangan ekonomi, tapi juga kegagalan moral kolektif umat manusia.
Laporan World Inequality Reportmenunjukkan bahwa lebih dari empat miliar orang hanya berbagi satu persen kekayaan dunia, sementara 89 juta orang menguasai hampir setengahnya.
Di tengah kenyataan ini, hedonisme dan gaya hidup berlebihan bukan lagi sekadar pilihan pribadi, melainkan bentuk kekejaman yang ngak kasat mata.
Ketika tokoh-tokoh publik memamerkan kemewahan sementara rakyat masih berjuang untuk sesuap nasi, maka keadilan sosial terusik. Menjadi gambaran yang ironis bahwa krisis pangan global justru berlangsung di tengah kelimpahan.
Sebagian besar makanan yang terbuang berasal dari rumah tangga menjadi bukti bahwa masalahnya bukan kekurangan produksi, melainkan pola konsumsi yang ngak bertanggung jawab.
Indonesia, misalnya, membuang sekitar 14,73 juta ton makanan setiap tahun, hingga FAO dan Bappenas menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan food loss and waste tertinggi di ASEAN. Angka ini menunjukkan adanya paradoks besar bahwa di satu sisi The State of Food Security and Nutrition in the World(SOFI 2024) melaporkan sebanyak 149 juta anak mengalami stunting karena kekurangan gizi, di sisi lain makanan dibuang begitu saja karena dianggap berlebih.
123Tampilkan SemuaSuka(7)
Artikel Terkait
- Hari Pangan Sedunia, bergandengan tangan membangun pangan
 - Pameran tunggal Nyoman Bratayasa, hadirkan patung berusia dua abad
 - Dinkes Jabar sebut korban keracunan MBG di KBB sudah tertangani
 - BGN sosialisasikan revisi penerima MBG
 - Perjuangan layanan MBG di Pulau Belakangpadang Batam
 - Seluruh siswa Saptosari DIY sehat kembali usai keluhan hidangan MBG
 - Kareg SPPG Kepri catat delapan dapur MBG telah kantongi SLHS
 - AS siap uji senjata nuklir, Rusia sebut akan lakukan hal serupa
 - Pengobatan inovatif pasien kanker makin beragam
 - SPPG Polri distribusikan MBG perdana ke dua sekolah di Kelapa Gading
 
Resep Populer
Rekomendasi

Pemkot Makassar

Bertemu Presiden Korsel Lee, Prabowo puji K

KEK Batang: Enam perusahaan berinvestasi Rp456,76 miliar

BNPT: Sekolah jadi wadah pembentukan karakter bangsa cegah terorisme

Kemenbud tetapkan Cingkhui Aceh Jaya jadi warisan budaya ngak benda RI

Tujuh kecamatan di Bekasi terendam banjir luapan Kali Cikarang

Wamentan: Program MBG tingkatkan gizi anak dan gerakkan ekonomi desa

Kolaborasi MBG di Papua