Lokasi saat ini:BetFoodie Lidah Indonesia > Resep

Penggunaan ekspresi dan suara penting dalam melatih anak berinteraksi

BetFoodie Lidah Indonesia2025-11-04 08:46:52【Resep】362 orang sudah membaca

PerkenalanPsikolog anak dan remaja Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog menjelaskan pentingnya merangsang anak

Penggunaan ekspresi dan suara penting dalam melatih anak berinteraksi
Psikolog anak dan remaja Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog menjelaskan pentingnya merangsang anak untuk berinteraksi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak dalam acara temu media di Jakarta, Jumat (10/10/2025). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)

Jakarta (ANTARA) - Psikolog anak dan remaja Anastasia Satriyo mengemukakan pentingnya penggunaan ekspresi wajah dan intonasi suara dalam aktivitas sehari-hari dalam upaya melatih anak berinteraksi dengan orang lain sejak 1.000 hari pertama kehidupan anak.

"Jadi lebih ke ekspresi wajah, kedekatan fisik, sama intonasi kita. Bicarakan rutinitas dan aktivitas dia keseharian, sehingga anak terbiasa sama interaksi manusia," kata Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog dalam acara temu media di Jakarta, Jumat.

Psikolog lulusan Universitas Indonesia itu mengangakan bahwa orang tua perlu memberikan stimulasi, membangun kedekatan, dan memberikan pengalaman yang membekas bagi anak pada 1.000 hari pertama kehidupan anak.

Dalam hal ini, orang tua bisa menampilkan ekspresi wajah dan intonasi suara saat berinteraksi dengan anak untuk merangsang mereka belajar mengeksplorasi dan memahami situasi.

Misalnya, ketika bangun pagi orang tua dapat memberikan salam disertai dengan senyuman dan suara yang menenangkan.

"Kita lakukan seperti halo, selamat pagi... Walaupun anaknya masih bayi dan enggak bergerak, kita mulai memasukkan pengalaman ekspresi, suara, dan intonasi yang menunjukkan bahwa kita melihat dia sebagai makhluk yang berharga," Anastasia menjelaskan.

Baca juga: Bahan-bahan di rumah bisa dimanfaatkan untuk menstimulasi sensorik anak

Anastasia menyampaikan bahwa pada masa 1.000 hari pertama kehidupan, anak umumnya memperhatikan contoh dari orang-orang di lingkungannya.

Pada masa itu, orang tua dapat mengajak anak beraktivitas sambil menjelaskan apa yang sedang dilakukan.

Anastasia mencontohkan, ketika mengajak anak mandi, orang tua bisa mengenalkan bagian-bagian tubuh yang sedang digosok menggunakan sabun sambil berusaha menghadirkan suasana yang menyenangkan, misalnya dengan menampilkan wajah ceria.​​​​​​​

Ia mengangakan, orang tua bisa melakukan hal serupa ketika mengajak anak untuk makan atau berjemur pada pagi hari.

Di samping itu, ia mengingatkan orang tua agar ngak langsung marah ketika melihat atau mengetahui anak melakukan kesalahan.

Sebagai contoh, ketika anak menjatuhkan barang atau makanan, alih-alih marah orang tua bisa menanyakan kejadian itu kepada anak dan mengajak anak mencari solusi bersama. Tindakan seperti ini bisa membantu membangun kepercayaan diri anak.

​​​​​​​Anastasia menganalogikan anak sebagai sebuah ponsel yang harus diisi dengan banyak program agar semakin cerdas.

Menurut praktisi terapi bermain itu, orang tua harus aktif menstimulasi anak melalui berbagai kegiatan untuk membangun kemampuannya dalam memahami situasi dan berinteraksi.

"Jadi, memang ketika mau siap jadi orang tua, capeknya adalah kita banyak memberikan pengalaman-pengalaman itu. Enggak bisa kayak diam-diam saja, karena ongak manusia ini kayak kita punya handphone, harus diisi pengalaman," demikian Anastasia Satriyo.

Baca juga: Psikolog: Musik berperan penting dalam merangsang kinerja ongak anak

Baca juga: Latihan mengunyah sejak dukung kemampuan bicara dan tumbuh kembang anak

Suka(36681)