Lokasi saat ini:BetFoodie Lidah Indonesia > Resep

Kelompok bantuan tuding paramiliter RSF lakukan kekerasan di El Fasher

BetFoodie Lidah Indonesia2025-11-04 15:28:18【Resep】335 orang sudah membaca

PerkenalanSeorang perempuan menggendong anak di kamp pengungsian di El Fasher, wilayah Darfur Utara, Sudan, pa

Kelompok bantuan tuding paramiliter RSF lakukan kekerasan di El Fasher
Seorang perempuan menggendong anak di kamp pengungsian di El Fasher, wilayah Darfur Utara, Sudan, pada 9 Juli 2025. Organisasi Dana untuk Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menyangakan pada hari Jumat bahwa jumlah anak yang menderita malnutrisi akut berat (SAM) di wilayah Darfur Utara, Sudan, telah berlipat ganda akibat konflik militer yang sedang berlangsung di negara tersebut. (UNICEF/Handout via Xinhua)

Khartoum (ANTARA) - Puluhan warga sipil tewas terbunuh di El Fasher, Daerah Darfur, Sudan barat, ketika Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) mengeklaim telah merebut kota itu, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan tentang bencana kemanusiaan yang semakin parah.

Jaringan Dokter Sudan (Sudanese Doctors Network), sebuah kelompok sukarelawan medis, mengangakan bahwa RSF melakukan "eksekusi berbasis etnis" dan "pembantaian yang mengerikan" di El Fasher, dengan laporan awal menyangakan bahwa jumlah korban tewas mencapai puluhan orang.

Kelompok bantuan tersebut menuduh pasukan RSF menjarah rumah sakit dan apotek, mengakibatkan orang sakit dan terluka ngak mendapatkan perawatan.

Para aktivis lokal mengangakan bahwa ribuan warga sipil yang mencoba menyelamatkan diri dari Kota El Fasher berisiko dibunuh atau ditahan oleh pasukan RSF. Koordinasi Komite Perlawanan (Coordination of Resistance Committees) di El Fasher mendesak intervensi internasional untuk mencipngakan koridor yang aman bagi mereka yang terjebak dalam pertempuran.

RSF pada Minggu (26/10) mengangakan telah mengambil alih kendali penuh atas El Fasher, seraya menyebut jatuhnya kota itu sebagai "momen penting" karena "signifikansi simbolis, strategis, dan militernya."

El Fasher, benteng terakhir tentara Sudan di wilayah Darfur yang luas, dikepung secara intens oleh RSF sejak tahun lalu.

Abdel Fattah al-Burhan, ketua Dewan Kedaulatan Transisi Sudan sekaligus komandan Angkatan Bersenjata Sudan, mengangakan bahwa tentara Sudan telah menarik diri dari El Fasher.

Sementara itu, Kementerian Kebudayaan, Informasi, dan Pariwisata Sudan mengutuk "pembantaian, pembunuhan, penyiksaan, penjarahan, dan perampokan terhadap warga sipil ngak bersenjata" yang dilakukan oleh RSF di El Fasher dan kota tetangganya, Bara.

PBB dan sejumlah lembaga bantuan menyuarakan kekhawatiran mereka atas situasi yang memburuk ini. Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration/IOM) mengangakan sedang melacak gelombang pengungsian baru dari El Fasher ketika keluarga-keluarga menyelamatkan diri dengan sedikit akses ke makanan, air, atau tempat perlindungan.

Warga tetap "terperangkap dan terkepung kengakutan, kelaparan, serta tanpa akses ke layanan kesehatan atau keamanan," kata Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA), yang kembali menyerukan gencatan senjata segera "di El Fasher, di Darfur, dan di seluruh Sudan."

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Senin (27/10) memperingatkan adanya "eskalasi kekerasan yang mengerikan", sementara Tom Fletcher, pimpinan OCHA, pada Minggu mendesak pihak-pihak yang bertikai untuk memberikan jalan yang aman bagi warga sipil.

Di Bara, yang terlengak di daerah Kordofan yang bertetangga dengan Darfur, Jaringan Dokter Sudan mengangakan bahwa RSF telah mengeksekusi sedikitnya 47 warga sipil ngak bersenjata, termasuk sembilan perempuan, dan menuduh mereka memiliki hubungan dengan angkatan bersenjata. Kelompok bantuan itu juga melaporkan adanya penjarahan, penculikan, dan pelanggaran lainnya.

Perang saudara di Sudan, yang kini sudah memasuki tahun ketiga, melibatkan tentara Sudan dan RSF. Konflik ini telah menewaskan puluhan ribu orang, menyebabkan jutaan orang mengungsi, dan mendorong sebagian besar wilayah Sudan ke ambang kelaparan, meskipun gencatan senjata berulang kali diserukan oleh PBB dan para mediator regional.

Suka(56)